Senin, 11 November 2013

ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK UNTUK APA?


ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK
untuk apa?
 


Oleh : Liestyodono B.Irianto.

Universitas Terbuka Jakarta


ABSTRAK

Analisis kebijakan publik sangat membantu untuk menghindarkan suatu kebijakan yang dibuat  hanya menggunakan pertimbangan sempit  atau pertimbangan kekuasaan semata. Dengan analisis kebijakan publik diharapkan dapat membantu  pemerintah agar  terhindar dari kegagalan menerapkan kebijakan publik, karena analisis kebijakan publik  memberikan  informasi dan argumen yang lebih komprehensif dan dapat diterima publik.
Kata kunci :  Analisis Kebijakan Publik


PENGANTAR

Beberapa saat setelah pemerintah mengumumkan kebijakan  tentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak ( BBM) , Harian Kompas tanggal 14 maret 2005, halaman 15 menurunkan berita tentang kesimpulan sebuah penelitian  bahwa: ”Kompensasi BBM tidak kurangi rakyat miskin”. Berdasarkan studi yang dilakukan Tim Indonesia Bangkit dengan model keseimbangan umum ( Computable general equilibrium/CGE) dengan metode recursive dynamic, penyaluran dana kompensasi dampak kenaikan harga bahan bakar minyak tidak akan mengurangi jumlah penduduk miskin. Tim berkesimpulan bahwa pemerintah hendaknya tidak hanya mengacu pada satu hasil penelitian lembaga tertentu dalam menaikkan harga BBM, malainkan harus mempertimbangkan juga pendapat lembaga lain. DPR hendaknya menolak rencana APBN-P yang akan diajukan pemerintah karena perubahan subsidi BBM. Hingga harga BBM bisa kembali ke harga semula.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama pada kasus yang berbeda,  harian Kompas Tanggal 16 Maret 2005, halaman 17 memberitakan bahwa:” DPRD bentuk Tim Kaji ulang RSUD jadi PT”. Baru berusia tujuh bulan,tiga peraturan daerah mengenai swastanisasi rumah sakit umum daerah (di Jakarta) akan dikaji lagi. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD ) DJI Jakarta memutuskan membentuk tim kecil untuk meninjau kembali produk DPRD periode 1999-2004. Padahal sebagian anggotanya masih duduk di kursi DPRD saat ini.
Pemerintah DKI Jakarta dan pihak rumah sakit dinilai tidak melakukan sosialisasi, produk perda ini juga dinilai dibuat secara mendadak di akhir masa tugas anggota DPRD lama.
Ketiga perda yang akan dikaji ulang adalah Perda Nomor13,14, dan 15, masing-masing memuat tentang swastanisasi RSUD Cengkareng - Jakarta Barat, RSUD Haji Pondok Gede , dan RSUD Pasar Rebo – Jakarta Timur.
Ketua Komisi E ( Bidang Kesejahteraan Rakyat) Dani Anwar mengatakan, pimpinan DPRD periode 2005 –2009 telah memutuskan akan membentuk tim kecil untuk mengkaji kembali ketiga perda tersebut. Dani juga termasuk salah satu anggota panitia perumus penyusunan perda tersebut.
Hal yang sama dilakukan oleh Departemen Kesehatan yang tengah mempersiapkan proses perubahan status kelembagaan 13 rumah sakit dari bentuk perusahaan jawatan ke bentuk badan layanan umum. Sementara dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof. Hasbullah Tabrany, mengatakan untuk meningkatkan profesionalisme di RSUD, tidak perlu mengubah bentuk RSUD menjadi PT. Tanpa harus mengubah bentuk, Pemprov DKI Jakarta cukup memberikan keleluasaan kepada RSUD untuk mengelola keuangannya sendiri agar RSUD tersebut bisa menjadi professional, namun pengelolaan keuangan itu harus diawasi dengan ketat.



Apa yang menarik untuk disimak dari kedua kasus diatas?
Disini seharusnya para  Analis Kebijakan Publik mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan rekomendasi kepada pembuat kebijakan, baik itu dilakukan sebelum ataupun sesudah kebijakan itu disahkan. Pertanyaan berikutnya adalah apakah peran tersebut saat ini sudah dilakukan oleh para analis kebijakan? Sudahkah dan atau maukah pembuat kebijakan memanfaatkan jasa para analis kebijakan publik sebagai dasar pengesahan kebijakan publik?

Apa arti Analisis Kebijakan Publik?
William N. Dunn (2000) mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan.

Weimer and Vining, (1998:1):  The product of policy analysis is advice. Specifically, it is advice that inform some public policy decision. Jadi analisis kebijakan publik  lebih merupakan nasehat atau bahan pertimbangan pembuat kebijakan publik yang berisi tentang masalah yang dihadapi, tugas yang mesti dilakukan oleh organisasi publik berkaitan dengan masalah tersebut, dan juga berbagai alternatif kebijakan yang mungkin bisa diambil dengan berbagai penilaiannya berdasarkan tujuan kebijakan.

Setiap jenis analisis kebijakan yang menghasilkan dan menyajikan informasi dapat dijadikan dasar oleh para pembuat kebijakan untuk menguji pendapat-pendapat mereka. Analisis kebijakan  mencakup kegiatan penelitian untuk menjelaskan atau memberikan wawasan terhadap problem atau isu yang mendahului untuk mengevaluasi program yang sudah selesai. Beberapa analisis bersifat informal yang tidak lebih hanya berupa pemikiran keras dan teliti, sedangkan lainnya memerlukan data yang luas, sehingga dapat dihitung dengan proses matematika yang rumit.(Quade,1984:4)

Analisis kebijakan publik mempunyai peran yang sangat penting untuk membantu seorang pembuat kebijakan dengan memberikan informasi yang diperoleh melalui penelitian dan analisis, memisahkan dan mengklarifikasi persoalan mengungkap ketidakcocokan tujuan dan upayanya, memberikan alternatif-alternatif baru dan mengusulkan cara-cara menterjemahkan ide-ide kedalam kebijakan-kebijakan yang mudah diwujudkan dan direalisasikan. Kontribusi utamanya untuk memberikan masukan-masukan terutama dengan memperhitungkan keutamaan dan kepekaan parameternya.

Analisis kebijakan publik bertujuan  memberikan rekomendasi untuk membantu para  pembuat kebijakan dalam upaya memecahkan masalah-masalah publik. Di dalam analisis kebijakan publik terdapat informasi-informasi berkaitan dengan masalah-masalah publik serta argumen-argumen tentang berbagai alternatif kebijakan, sebagai bahan pertimbangan atau masukan kepada pihak pembuat kebijakan.

Analisis kebijakan publik  seharusnya dilakukan  oleh badan independen di luar birokrasi pemerintahan, sehingga akan menghasilkan  analisis kebijakan publik yang bebas nilai ataupun kepentingan. Analisis kebijakan publik dapat dilakukan oleh biro konsultasi manajemen publik, kalangan akademisi dari berbagai perguruan tinggi , ataupun dari lembaga-lembaga penelitian lainnya.

Apa perbedaan Kebijakan Publik dan Analisis Kebijakan Publik?

Kebijakan publik adalah arah tindakan yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan ( Dye, 1975). Area studi meliputi segala tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan mempunyai pengaruh terhadap kepentingan masyarakat secara luas, misalnya kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Secara garis besar kebijakan publik mencakup tahap-tahap perumusan masalah kebijakan, implementasi kebijakan dan Evaluasi kebijakan.

Analisis Kebijakan Publik berhubungan dengan penyelidikan dan deskripsi sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan publik. Analisis kebijakan dapat menghasilkan informasi yang relevan dengan kebijakan pada satu, beberapa atau seluruh tahap dari proses kebijakan, tergantung pada tipe masalah yang dihadapi klien yang dibantunya. Analisis kebijakan dilakukan tanpa mempunyai pretensi untuk menyetujui atau menolak kebijakan. Jadi misalnya seorang pengamat kebijakan publik mengatakan bahwa kenaikan BBM akan menimbulkan inflasi dan keresahan masyarakat, maka sebenarnya ia sudah melakukan analisis kebijakan publik.

Seorang analis kebijakan publik akan memposisikan ilmunya sebagai sesuatu yang bebas nilai, analis bekerja atas kepentingan publik,  tanpa ada pengaruh kepentingan-kepentingan politik ataupun golongan. Jadi seorang analis dapat mengambil posisi netral dalam memperjuangkan kebijakan publik yang lebih baik dalam rangka menyelasaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.  

Lingkup kajian Analisis Kebijakan Publik
Analisis kebijakan publik berdasarkan kajian kebijakannya dapat dibedakan antara analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik tertentu dan sesudah adanya kebijakan publik tertentu.  Analisis kebijakan sebelum adanya kebijakan publik berpijak pada permasalahan publik semata sehingga hasilnya benar-benar sebuah rekomendasi kebijakan publik yang baru. Keduanya baik analisis kebijakan sebelum maupun sesudah adanya kebijakan mempunyai tujuan yang sama yakni memberikan rekomendasi kebijakan kepada penentu kebijakan agar didapat kebijakan yang lebih berkualitas.

Dunn (2000: 117) membedakan tiga bentuk utama analisis kebijakan publik:
(1)              Analisis Kebijakan Prospektif yang berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan diimplementasikan. Analisis kebijakan disini merupakan suatu alat untuk mensintesakan informasi untuk dipakai dalam merumuskan alternatif dan preferensi kebijakan yang dinyatakan secara komparatif, diramalkan dalam bahasa kuantitatif dan kualitatif sebagai landasan atau penuntun dalam pengambilan keputusan kebijakan.
(2)              Analisis Kebijakan Retrospektif adalah sebagai penciptaan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan dilakukan. Terdapat 3 tipe analis berdasarkan kegiatan yang dikembangkan oleh kelompok analis ini yakni analis yang berorientasi pada disiplin, analis yang berorientasi pada masalah dan analis yang berorientasi pada aplikasi. Tentu saja ketiga tipe analisis retrospektif ini terdapat kelebihan dan kelemahan
(3)              Analisis Kebijakan Yang terintegrasi merupakan bentuk analisis yang mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan kebijakan diambil. Analisis kebijakan yang terintegrasi tidak hanya mengharuskan para analis untuk mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif dan perspektif, tetapi juga menuntut para analis untuk terus menerus menghasilkan dan mentransformasikan informasi setiap saat.

Analisis kebijakan adalah penting karena bisa membantu seorang pembuat keputusan dengan memberikan informasi yang diperoleh melalui penelitian dan analisis, memisahkan dan mengklarifikasi persoalan mengungkap ketidakcocokan antara tujuan dan realisasinya, memberikan alternatif-alternatif baru dan mengusulkan cara-cara atau ide-ide untuk merealisasikannya. Dengan demikian diharapkan hasil analisis kebijakan dapat meningkatkan kualitas kebijakan publik.

Elemen-elemen Penting dalam Analisis Kebijakan Publik

Dalam melaksanakan analisis kebijakan publik, analis haruslah memahami elemen-elemen dasar yang diperlukan ketika melakukan analisis kebijakan publik. Terdapat lima elemen penting yang harus dipertimbangkan secara logis dalam menangani masalah publik, yakni :
a.      Tujuan
Tujuan adalah apa yang ingin dicapai oleh pembuat kebijakan dalam memecahkan masalah-masalah publik. Tugas yang seringkali paling sulit bagi analis adalah mengungkapkan  apakah  tujuan dari kebijakan publik tersebut.
b.      Alternatif-Alternatif
Alternatif-alternatif adalah pilihan-pilihan tindakan atau cara-cara yang tersedia bagi pembuat kebijakan yang  diharapkan tujuan dapat tercapai. Alternatif-alternatif bisa berupa kebijakan-kebijakan, strategi-strategi atau tindakan-tindakan.



c.       Dampak
Alternatif-alternatif sebagai suatu cara memecahkan masalah  mempunyai implikasi serangkaian konsekuensi tertentu. Dampak ini berhubungan dengan alternatif , beberapa diantaranya bersifat positif terhadap pencapaian tujuan,  yang lain dapat bersifat negatif misalnya tingginya biaya, dan merupakan hal-hal yang ingin dihindari atau diminimalisir oleh pembuat keputusan.
d.      Kriteria
Kriteria adalah suatu standar untuk menyusun  alternatif-alternatif sesuai prioritas yang paling diinginkan. Kriteria merupakan cara menghubungkan tujuan-tujuan, alternatif-alternatif dan dampak-dampak.

e.       Model
Model-model kebijakan (yang digunakan untuk meramalkan dampak suatu pilihan atau alternatif) biasanya merupakan struktur matematis yang dibantu dengan program komputer, dan banyak juga diantaranya menggunakan model mental sederhana, digunakan sepanjang proses analisis untuk mendefinisikan lingkup permasalahan, mengukur pencapaian suatu tujuan, menampilkan hasil dan dimanapun analisis membuat sebuah keputusan.


Apa Manfaat Analisis Kebijakan Publik?
Apabila kita cermati pemberitaan di berbagai media massa, masih banyak kebijakan publik yang tidak mencapai tujuan, artinya kebijakan itu telah gagal dan tidak sesuai dengan keinginan publik. Kemungkinan kegagalan tersebut disebabkan oleh banyak faktor, misalnya; permasalahan publik yang rumit, pembuat kebijakan tidak mengetahui apa keinginan publik, bias dengan tujuan-tujuan pribadi atau mungkin pelaksana kebijakan tidak memahami tujuan kebijakan, dan sebagainya.

Indikasi kegagalan dari sebuah kebijakan dapat dilihat misalnya dengan banyaknya keluhan-keluhan masyarakat baik secara langsung melalui demonstrasi maupun dengan menggunakan media massa. Kegagalan kebijakan publik dengan berbagai alasan tersebut diatas sebenarnya dapat dikurangi jika kebijakan tersebut didahului dengan kajian yang komprehensif tentang isue kebijakan, dalam hal ini yang dimaksud adalah analisis kebijakan publik.

Lasswell dalam Dunn (2000) yang menyatakan bahwa Analisis Kebijakan merupakan aktivitas menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan. Dalam menciptakan pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan analisis meneliti sebab, akibat dan kinerja kebijakan dan program publik. Jika pengetahuan tentang kebijakan dikaitkan dengan pengetahuan dalam proses kebijakan, anggota-anggota badan eksekutif, legislatif dan yudikatif, bersama dengan warga negara yang memiliki peranan dalam pembuatan kebijakan publik, dapat menggunakan hasil-hasil analisis kebijakan untuk memperbaiki proses pembuatan kebijakan dan kinerjanya. Karena efektifitas pembuatan kebijakan tergantung pada akses terhadap informasi yang tersedia, komunikasi dan penggunaan analisis kebijakan menjadi penting sekali dalam praktek dan teori pembuatan kebijakan publik.

Analisis kebijakan akan sangat membantu menghindarkan suatu kebijakan yang yang hanya memakai pertimbangan sempit semata atau pertimbangan kekuasaan semata. Sebagaimana diketahui pertimbangan yang ilmiah, rasional dan obyektif dalam  pembuatan kebijakan publik sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama, dalam praktiknya aspek politik masih  sangat mewarnai dalam pembuatan kebijakan publik baik di pemerintah pusat maupun daerah. Dengan analisis kebijakan diharapkan dapat menghindari keadaan ini, karena analisis kebijakan memberikan  informasi dan argumen yang lebih komprehensif dan dapat diterima publik.

Bagaimana melakukan  Analisis Kebijakan Publik?

Untuk melakukan analisis kebijakan publik, terlebih dahulu harus memahami proses kebijakan selanjutnya mengikuti langkah-langkah dalam analisis kebijakan publik.

1. Proses analisis kebijakan publik
Proses kebijakan baru dimulai ketika para pelaku kebijakan mulai sadar bahwa adanya situasi permasalahan, yaitu situasi yang dirasakan adanya kesulitan atau kekecewaan dalam perumusan kebutuhan, nilai dan kesempatan( Ackoff dalam Dunn,2000:121)
Proses kebijakan baru dimulai ketika para

Quade (1988-48), mengemukakan adanya  proses analisis kebijakan sebagai berikut :
·         Formulation   :  clarifying and constraining the problem and determining the obyectives.
·         Search             :  identifying, designing and screening the alternatives
·         Forecasting     :  predicting the future environment or operational context
·         Modeling         :  building and using models to determine the impact
·         Evaluating      :  comparing and ranking the alternatives

Langkah atau tahapan dalam analisis kebijakan menurut pendapat Mustopadidjaja (2000-15) disebutkan terdapat tujuh langkah, yakni :
(a)Pengkajian persoalan,
 (b)penentuan tujuan,
(c)Perumusan alternatif,
(d)Penyusunan model,
 (e)Penentuan kriteria,
(f)Penilaian alternatif, dan
 (g)Perumusan rekomendasi.
Sebagaimana maksud dilaksanakannya analisis kebijakan publik, bahwa dapat memberikan nasehat atau rekomendasi kebijakan pada penentu kebijakan maka muara dari kegiatan analisis kebijakan adalah berupa rumusan rekomendasi kebijakan yang diberikan kepada pembuat kebijakan.
Dunn (2000-21) berpendapat bahwa metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia: definisi, prediksi, preskripsi, deskripsi, dan evaluasi. Dalam analisis kebijakan prosedur-prosedur tersebut memperoleh nama-nama khusus, yakni :
a.       Perumusan masalah (definisi) menghasilkan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan
b.      Peramalan (prediksi) menyediakan informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan.
c.       Rekomendasi (preskripsi) menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan masalah.
d.      Pemantauan (deskripsi), menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan.
e.       Evaluasi, yang mempunyai nama sama dengan yang dipakai dalam bahasa sehari-hari, menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari konsekuensi pemecahan atau pengatasan masalah.



Gambar 1.
Analisis Kebijakan yang Berorientasi pada Masalah

 

























Sumber: Dunn, 2000:208

Dunn menyatakan bahwa metodologi analisis kebijakan menyediakan informasi yang berguna untuk menjawab lima macam pertanyaan:
1.      Apa hakekat permasalahan?
2.      Kebijakan apa yang sedang atau pernah dibuat untuk mengatasi masalah dan apa hasilnya?
3.      Seberapa bermakna hasil tersebut dalam memecahkan masalah?
4.      Alternatif kebijakan apa yang tersedia untuk menjawab masalah ?,dan
5.      Hasil apa yang dapat diharapkan?
Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tersebut membuahkan informasi tentang masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan dan kinerja kebijakan. Sehingga hubungan antara analisis kebijakan dengan tipe-tipe informasi yang relevan tergambar dalam bagan di atas.
Sedangkan pakar kebijakan publik dari Australia Bridgman and Davis (2000, 49) mengemukakan bahwa analisis kebijakan publik berupa sebuah proses kegiatan yang tidak berhenti dari perumusan masalah, penentuan tujuan dan sasaran, identifikasi parameter pencapaian tujuan, pencarian alternatif dan usulan kebijakan.  Digambarkan dalam bagan berikut ini :

Skema  2.
Proses Analisis Kebijakan

 










Sumber: Bridgman & Davis (2000)


2.      Langkah-Langkah Analisis Kebijakan Publik
Dalam analisis kebijakan publik paling tidak meliputi tujuh  langkah dasar. Ke tujuh langkah tersebut adalah: (a) formulasi masalah kebijakan; (b) formulasi tujuan; (c) Penentuan Kriteria; (d) Perumusan Alternatif; (e) Pembuatan Model; (f) Menguji Alternatif; (g)  rekomendasi kebijakan.



a.      Formulasi Masalah Kebijakan
Untuk dapat mengkaji sesuatu masalah publik diperlukan teori, informasi dan metodologi yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. Sehingga identifikasi masalah akan tepat dan akurat, selanjutnya dikembangkan menjadi policy question yang diangkat dari policy issues tertentu.
Teori dan metode  yang diperlukan dalam tahapan ini adalah metode penelitian termasuk evaluation research, metode kuantitatif, dan teori-teori yang relevan dengan substansi persoalan yang dihadapi, serta informasi mengenai permasalahan yang sedang dilakukan studi.
b. Perumusan Tujuan
Suatu kebijakan selalu mempunyai tujuan untuk memecahkan masalah publik. Analis kebijakan harus dapat merumuskan tujuan-tujuan tersebut secara jelas, realistis dan terukur. Jelas, maksudnya mudah dipahami, realistis maksudnya sesuai dengan nilai-nilai filsafat dan terukur maksudnya sejauh mungkin bisa diperhitungkan secara nyata, atau dapat diuraikan menurut ukuran atau satuan-satuan tertentu.

b.      Penentuan Kriteria
Analisis memerlukan kriteria yang jelas dan konsisten untuk menilai alternatif-alternatif. Hal-hal yang sifatnya pragmatis memang diperlukan seperti ekonomi (efisiensi, dsb) politik (konsensus antar stakeholders, dsb), administratif ( kemungkinan efektivitas, dsb) namun tidak kalah penting juga hal-hal yang menyangkut nilai-nilai abstrak yang fundamental seperti etika dan falsafah (equity, equality, dsb).



c.       Penyusunan Model
Model adalah abstraksi dari dunia nyata, dapat pula didefinisikan sebagai gambaran sederhana dari realitas permasalahan yang kompleks sifatnya. Model dapat dituangkan dalam berbagai bentuk yang dapat digolongkan sebagai berikut: Skematik model ( contoh: flow chart), fisikal model (contoh: miniatur), game model (contoh: latihan pemadam kebakaran), simbolik model (contoh: rumus matematik). Manfaat model dalam analisis kebijakan publik adalah mempermudah deskripsi persoalan secara struktural, membantu dalam melakukan prediksi akibat-akibat yang timbul dari ada atau tidaknya perubahan-perubahan dalam faktor penyebab. Dengan demikian model merupakan alat bantu yang baik dalam perumusandan penentuan solusi, atau dalam perumusan tujuan dan pengembangan serta penentuan pilihan alternatif kebijakan.

d.      Pengembangan Alternatif
Alternatif adalah sejumlah alat atau cara-cara yang dapat dipergunakan untuk mencapai, langsung ataupun tak langsung sejumlah tujuan yang telah ditentukan.
Alternatif-alternatif kebijakan dapat muncul dalam pikiran seseorang karena beberapa hal: (1) Berdasarkan pengamatan terhadap kebijakan yang telah ada. (2) Dengan melakukan semacam analogi dari suatu kebijakan dalam sesuatu bidang dan dicoba menerapkannya dalam bidang yang tengah dikaji, (3) merupakan hasil pengkajian darin persoalan tertentu.

e.       Penilaian Alternatif Kebijakan
Alternatif-alternatif yang ada perlu dinilai berdasarkan kriteria sebagaimana yang dimaksud pada langkah ketiga. Tujuan penilaian adalah mendapatkan gambaran lebih jauh mengenai tingkat efektivitas dan fisibilitas tiap alternatif dalam pencapaian tujuan, sehingga diperoleh kesimpulan mengenai alternatif mana yang paling layak , efektif dan efisien. Perlu juga menjadi perhatian bahwa, mungkin suatu alternatif secara ekonomis menguntungkan, secara administrasi bisa dilaksanakan tetapi bertentangan dengan nilai-nilai sosial atau bahkan mempunyai dampak negatif kepada lingkungan. Maka untuk gejala seperti ini perlu penilaian etika dan falsafah atau pertimbangan lainnya yang mungkin diperlukan untuk bisa menilai secara lebih obyektif.

f.       Rumuskan Rekomendasi
Penilaian atas alternatif-alternatif akan memberikan gambaran tentang sebuah pilihan alternatif yang tepat untuk mencapai tujuan-kebijakan publik. Tugas analis kebijakan publik pada langkah terakhir ini adalah merumuskan rekomendasi mengenai alternatif yang diperhitungkan dapat mencapai tujuan secara optimum. Rekomendasi dapat satu atau beberapa alternatif, dengan argumentasi yang lengkap dari berbagai faktor penilaian tersebut. Dalam rekomendasi ini sebaiknya dikemukakan strategi pelaksanaan dari alternatif kebijakan  yang yang disodorkan kepada pembuat kebijakan publik.



PENUTUP
Analisis kebijakan Publik akan sangat membantu menghindarkan suatu kebijakan yang yang hanya memakai pertimbangan sempit semata atau pertimbangan kekuasaan semata Dengan analisis kebijakan diharapkan dapat menghindari kegagalan dalam implementasinya, karena analisis kebijakan memberikan  informasi dan argumen yang lebih komprehensif dan dapat diterima publik.

Analisis kebijakan publik  seharusnya dilakukan  oleh badan independen di luar birokrasi pemerintahan, sehingga akan menghasilkan  analisis kebijakan publik yang bebas nilai ataupun kepentingan. Analisis kebijakan publik dapat dilakukan oleh biro konsultasi manajemen publik, kalangan akademisi dari berbagai perguruan tinggi , ataupun dari lembaga-lembaga penelitian lainnya. Untuk melakukan analisis kebijakan publik, terlebih dahulu harus memahami proses kebijakan selanjutnya mengikuti langkah-langkah dalam analisis kebijakan publik.

Seorang analis kebijakan publik akan memposisikan ilmunya sebagai sesuatu yang bebas nilai, analis bekerja atas kepentingan publik,  tanpa ada pengaruh kepentingan-kepentingan politik ataupun golongan. Jadi seorang analis dapat mengambil posisi netral dalam memperjuangkan kebijakan publik yang lebih baik dalam rangka menyelasaikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.



DAFTAR PUSTAKA

Bridgman, Peter and Davis, Glyn. 2000. The Australian Policy Handbook. Australia: Allen & Unwin.

Dunn, William N. 2000. Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Yogyakarta: Terjemahan Samodra Wibawa dkk. Gajah Mada University Press.

Mustopadidjaja. 2000. Manajemen Proses Kebijakan. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara

Quade, E.S. 1984. Analysis for Public Decisions. New York: The Rand Corporation.

Patton, Carl V. And Sawicki, David S. 1986. Basic Method of Policy Analysis and Planning. New Jersey : Prentice Hall.

Weimer, David L. And Vining, Aidan R. 1998. Policy Analysis Concepts and Practice. New Jersey: Prentice Hall.






Meningkatkan kompetensi aparatur birokrasi Melalui pendidikan di universitas terbuka (UT)

                                                   PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT


Meningkatkan kompetensi aparatur birokrasi

Melalui pendidikan di universitas terbuka (UT)


Disampaikan pada Upacara Penyerahan Ijazah
di Kupang Tanggal 2-4 September 2013
Oleh:
Liestyodono BI (FISIP-UT)
liestyodono@ut.ac.id

Ringkasan

Kemampuan aparatur birokrasi dalam memberikan pelayanan dan menyejahterakan masyarakat merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam menjalankan roda pemerintahan daerah. Pada kenyataannya kinerja aparatur birokrasi belum seperti yang diharapkan, dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemberi layanan masyarakat belum optimal. Peningkatan kompetensi aparatur birokrasi sebagai upaya meningkatkan kinerja aparatur merupakan  faktor penentu keberhasilan pelaksanaan kegiatan pemerintahan daerah. Kinerja aparatur birokrasi yang berorientasi pada kualitas unggul mensyaratkan peningkatan pendidikan, keahlian dan keterampilan sesuai dengan perkembangan yang dihadapi. Kompetensi yang diharapkan dikuasai oleh aparatur birokrasi adalah mampu menganalisis masalah-masalah yang berkembang di masyarakat, dan mampu memecahkannya dalam praktek penyelengaraan pemerintahan daerah.
UT sebagai perguruan tinggi menerapkan sistem belajar jarak jauh dan terbuka. Istilah jarak jauh berarti pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka, melainkan menggunakan media, baik media cetak (modul) maupun non-cetak (audio/video, komputer/internet, siaran radio dan televisi). Makna terbuka adalah tidak ada pembatasan usia, tahun ijazah, masa belajar, waktu registrasi, dan frekuensi mengikuti ujian.  Tugas pokok dan fungsi aparatur birokrasi yang bekerja di tingkat kabupaten dan kota sejalan dengan salah satu tujuan pembelajaran di UT yaitu memberikan layanan pendidikan tinggi bagi mereka, yang karena bekerja atau karena alasan lain, tidak dapat melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi tatap muka. UT memberikan kesempatan yang sangat luas kepada semua lapisan masyarakat termasuk para lulusan setingkat SMU atau yang sederajat, mereka yang berhenti mengikuti pendidikan di tengah jalan, baik pada jenjang Diploma maupun Strata atau mereka yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke pendidikan maupun ke strata yang lebih tinggi secara tatap muka, tanpa batasan usia, tempat tinggal, serta tahun kelulusan.



PENDAHULUAN
Masalah yang dihadapi  pemerintah saat ini adalah keterbatasan aparatur pemda yang berkualitas, ini menjadi suatu fenomena yang sekaligus menjadi masalah utama yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia. Pemda sebagai ujung tombak pembangunan nasional, dituntut adanya perubahan visi, misi, strategi, yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Pemda semakin dituntut kesiapannya dalam merumuskan peraturan daerah, merencanakan pembangunan daerah yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi, serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Di sisi lain dituntut pula  menciptakan kondisi yang kondusif bagi tumbuh berkembangnya kreativitas dan inovasi masyarakat dalam mengelola dan menggali potensi yang ada, sehingga dapat menghadirkan nilai tambah ekonomis bagi masyarakatnya. Pada kenyataannya kinerja aparatur pemda  belum seperti yang diharapkan. Belum optimalnya kinerja aparatur pemda dalam menjalankan tugas dan fungsinya,  ditunjukkan masih banyaknya keluhan-keluhan yang disampaikan masyarakat atas  pelayanan yang diberikan  pemda selama ini.
Aparatur birokrasi dalam kedudukan selaku pelayan publik, maka dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan daerah ditujukan untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Dengan demikian untuk mencapai tujuan pemerintahan daerah harus dibarengi dengan peningkatan kinerja pelayanan publik. Dalam konteks otonomi daerah, konsep pengukuran kinerja merupakan salah satu tolok ukur kemampuan aparatur  pemerintah daerah (Pemda) dalam melaksanakan kewenangannya.
Salah satu ukuran keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah adalah semakin mampunya pemda dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan membawa kondisi masyarakat ke arah kehidupan yang lebih baik. Namun demikian, realitas yang terjadi pada era otonomi dan desentralisasi yang muatannya sarat akan nilai-nilai demokrasi dan transparansi ini cenderung sering menghadirkan permasalahan yang kompleks di daerah. Dimana pada era tersebut, proses politik berjalan seperti lebih cepat dari pada kemampuan untuk mengelola manajemen pemerintahan daerah yang otonom.
Dengan demikian dapatlah dipersepsikan kedalam beberapa hal yang sangat esensial, bahwa pemerintah daerah sudah seharusnya menganut paradigma berorientasi pada kepentingan masyarakat (customer driven) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat luas, mempersiapkan seluruh perangkat untuk memenuhi paradigma tersebut secara sistemik ( sejak masukan-proses-keluaran-hasil/dampaknya), sehingga terwujud pelayanan publik yang berkualitas (yang sedapat mungkin berwujud, handal, tanggap, aman dan penuh empati dalam pelaksanaannya). Untuk itu diperlukan aturan main yang tegas, lugas dan adaptif terhadap tuntutan perkembangan lingkungan, yang cirinya selalu berubah dengan cepat dan kadang penuh dengan ketidak pastian. Disinilah terletak’seni dan ilmu pelayanan’ yang harus dikembangkan pemerintah bersama seluruh lapisan masyarakat, harus ada integrasi antara seluruh stakeholders pembangunan. (Ibrahim,2006:18).
Untuk mengatasi masalah tersebut menuntut kinerja aparatur birokrasi yang kompetetif dengan kualitas unggul. Kinerja aparatur birokrasi yang berorientasi pada kualitas unggul mensyaratkan peningkatan pendidikan serta keahlian sesuai dengan perkembangan yang dihadapi. Seseorang akan mampu melakukan suatu tindakan apabila memang ada kekuasaan untuk mengerahkan dan menggerakkan dayanya. Kemampuan seseorang menurut Mc Clelland (dalam Gibson,1996:208) merupakan suatu keperluan yang dipelajari dari budaya masyarakat dan diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Selanjutnya Thoha ( 1988:316) mengemukakan bahwa kemampuan merupakan salah satu unsur dalam kematangan berkaitan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari pendidikan, latihan dan pengalaman.

APA ITU KOMPETENSI APARATUR BIROKRASI?

            Kemampuan aparatur birokrasi merupakan pilar penyangga bangunan birokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Untuk itulah maka diperlukan adanya langkah-langkah dalam upaya pengembangan orientasi perolehan atau kualifikasi yang berhubungan dengan kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan, agar aparatur birokrasi dapat berperan secara optimal dalam penyelenggaraan pemerintahan. Birokrasi sendiri diartikan sebagai sebagai pekerjaan menjalankan pemerintahan oleh orang-orang yang memerintah secara profesional, inilah esensi dari birokrasi (Albrow,2005:9).
Mulyasa (2003:38), mengadopsi pendapat McAhsan mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities or capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive, affective, and psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Lebih luas dari pendapat diatas, Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is composed of skill, knowledge, and attitude, but in particular the consistent applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of performance required in employment”.  Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan.
Dari berbagai disiplin ilmu maupun dari para peneliti memberikan definisi mengenai kompetensi dengan ungkapan bahasa yang berbeda-beda, namun makna yang terkandung dalam ungkapan itu pada hakekatnya sama. Kompetensi merupakan karakteristik pribadi seseorang yang menyangkut fungsi, peran, tugas, keterampilan, kemampuan atau sifat-sifat pribadi seseorang, yang mendasari seseorang untuk mampu menunjukkan suatu prestasi kerja yang baik dalam bidang pekerjaan, peran dan situasi tertentu.
Pembinaan sumberdaya aparatur birokrasi merupakan bagian integral dari kepentingan untuk meningkatkan kualifikasi aparatur birokrasi sesuai dengan tuntutan masyarakat. Siagian (1994:179) telah menegaskan pentingnya pembinaan kualitas sumber daya aparatur birokrasi yang dianggap memegang posisi sentral dalam organisasi birokrasi. Pembinaan sumberdaya aparatur birokrasi mencakup faktor-faktor kualifikasi, keterampilan, jumlah, kemampuan pelaksanaan tugas dan masa kerja. Sejalan dengan hal tersebut diatas, Robbins (2001:45-49) menyatakan bahwa kapasitas individu dalam menjalankan tugas pekerjaannya didasarkan pada kemampuan intelektual dan kemampuan phisik (intelectual and physical abilities).
Dalam hubungannya dengan hal tersebut, perlu digarisbawahi pentingnya perolehan atau kualifikasi sumberdaya aparatur birokrasi yang menyangkut faktor profesionalisme, ekspertasi, spesialisasi dan kapabilitas dalam pemilihan alternatif dan penanganan informasi kebijakan. Selanjutnya juga ditawarkan konsep yang disebut sebagai konsep alternatif teknokrasi. Konsep ini merujuk kepada acuan-acuan orientasi profesional dan keahlian. Secara lebih rinci diungkapkan hal-hal yang mengacu kepada perlunya kehadiran analis-analis birokrasi yang mampu membantu menyiapkan pengolahan informasi kebijakan. Serta ditambahkan pula bahwa birokrasi yang profesional, ahli dan spesialis, performansinya selalu ditandai oleh adanya kemampuan-kemampuan di bidang analisa tinjauan ulang, analisa dampak silang dan penerjemahan nilai-nilai.
Pandangan Harmon dan Mayer (1986:207), membahas perlunya kapasitas sumber daya manusia (aparatur) untuk menopang proses manajemen pemerintahan yang demokratik dan secara politis dinilai akuntabel yang melengkapi perolehan-perolehan teknis yang harus dipunyai oleh para pengemban amanat tanggungjawab publik. Adapun perolehan-perolehan harapan (achievements) pertama-tama adalah kemampuan pencitraan hal-hal yang bersifat mentalistik (mental construct/image) yang perlu dioperasionalkan dalam wujud tampilan moralis yang kompleks yang dapat memandu tindakan pejabat yang berupa tanggungjawab publik (public responsibility). Konsep anjuran itulah yang kemudian disebut sebagai kepedulian intra organisasional (intra organizational concern) yang dipasang dalam kolom normatif yang nantinya dapat memandu tindakan responsif aparat. Konsep tersebut sangat bertalian dengan isu etika profesional (professional ethic) yang digunakan memandu tindakan yang korek bagi penunaian dharma pemerintahan oleh para birokrat yang selanjutnya disebut sebagai kode etika profesi bagi suatu entitas kelembagaan birokrasi publik modern
Hasil temuan analisis diagnostik Departemen Dalam Negeri (2002), menemukan adanya gejala yang berkaitan dengan penanganan masalah moral, perilaku dan profesionalisme aparatur birokrasi, sebagai berikut:
1)    Sumber daya aparatur pemerintahan daerah yang terdiri dari korps pamong praja daerah dalam kenyataan belum mempunyai kedewasaan sosial politik.
2)    Sumber daya aparatur pemerintahan daerah belum mempunyai pengalaman memadai dan kurang profesional dan jauh dari memuaskan untuk menangani isu-isu otonomi daerah.
3)    Aparatur pemerintahan daerah belum dapat memposisikan dirinya non-partisan dan cenderung dikooptasi oleh kekuatan politik tertentu.

MENGAPA KOMPETENSI PERLU DITINGKATKAN?

            Menurut Spencer dan Spencer (1993: 9-11), kompetensi dibentuk oleh lima hal, yaitu motif (motive), watak (traits), konsep diri (self concept), pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skill). Motif dan watak merupakan kompetensi inti atau kompetensi sentral, sedang pengetahuan dan keterampilan disebut sebagai kompetensi individu yang bersifat “intent”  yang mendorong untuk digunakannya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Berbeda dengan konsepsi Spencer, Robbins (1998:45-49) mengungkapkan bahwa kompetensi seseorang erat berkaitan dengan kecerdasan yang dimilikinya. Oleh karena itu, kompetensi seseorang pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kompetensi pribadi dan kompetensi sosial. Kompetensi pribadi meliputi kesadaran diri, pengaturan diri, dan motivasi. Sedang kompetensi sosial meliputi empati dan keterampilan sosial. Pada intinya Robins menyatakan bahwa kapasitas individu dalam menjalankan tugas pekerjaannya didasarkan pada kemampuan intelektual dan kemampuan phisik (intelectual and physical abilities).
Perhatian terhadap unsur manusia (human nature) selanjutnya telah melahirkan kepentingan untuk melakukan secara sistematis desain sistem sumber daya manusia atau human system design agar dengan demikian birokrasi publik semakin berfungsi dan berperilaku layak dalam hal memenuhi harapan dan aspirasi publiknya. Dalam hubungannya dengan ini Pucik (1993:109) telah memberikan perhatiannya tentang pentingnya pengembangan bakat-bakat kecakapan, kapabilitas, perangai, mentalitas dan penyelarasan tingkah laku (human talents,skill ability, traits, mentality and behavioral adjustment) untuk mengimbangi penataan pajangan struktur dan fungsi yang elegan yang telah dikemukakan. Untuk itu diperkenalkan konsep yang disebut sebagai isu lunak manusia (soft people issue) melalui upaya-upaya proaksi, koopsi dan adaptasi.
Sedangkan Suradinata (1997:17) menggarisbawahi perlunya pembinaan dimensi afektif disamping kognitif dan psikomotorik yang berupa keterampilan dan pengalaman. Kesatuan keperibadian yang utuh dari perilaku kebijakan perlu dibina agar terdapat keseimbangan antara kepakaran, keterampilan, pengalaman dan sikap mental. Pembinaan sumber daya aparatur birokrasi perlu secara sinergis memadukan aspek-aspek mental spiritual, sikap tata pikir, profesionalitas, rasionalitas, dan ketrampilan dalam rangka pengembangan jiwa patriot.
Lebih lanjut dalam pembahasan Staw (1989:235) sifatnya melengkapi bahasan tersebut datas yang intinya mengetengahkan perlunya penyertaan unsur-unsur kreativitas, terutama dalam hubungannya dengan penunaian dharma bakti tugas-tugas luhur yang dikembangkan dari potensi bakat-bakat intrinsik individu yang melengkapi jalur-jalur kognisi pribadi yang disebut dengan istilah teknis sebagai keahlian kreatif relevan (creative relevant skill). Pendekatan psikologi humanistik ini telah berhasil menyoroti alternatif perilaku personalitas. Semakin spesifik dan mendalam Gartson (1983:22), mengamanatkan bahwa intervensi bina sumber daya insani dimasa mendatang kiranya dapat menyentuh secara mendalam dimensi-dimensi sikap, perilaku, etos kerja dan derajat pengabdian yang disebut sebagai kewajiban afirmatif yang perlu ditata secara proaktif.
Lebih jauh dari pembahasan diatas adalah yang dikemukakan oleh Burn (1994:17), telah menggarisbawahi pentingnya daerah jejaring kerja lembaga-lembaga publik lokal dengan memajang konsep-konsep unggulan dimaksud (network of local agency in public affairs). Akuisisi mentalitas pegawai/pejabat dengan standar-standar perilaku yang mampu membawa kapabilitas birokrasi tidak hanya bersifat proaktif, kooptif dan adaptif semata-mata, akan tetapi bahkan diharapkan lebih jauh mereka mampu bertindak reaktif dan responsif, sehingga organisasi publik mampu menjadi pemegang peran penyelenggara negara yang penting dengan pilihan cara dalam menanggapi dinamika proses politik yang dinamik dan berkembang.
Dengan pembahasan tersebut diatas, peningkatan kompetensi aparatur pemda sebagai upaya meningkatkan kualitas manajemen publik telah dianggap sebagai faktor penentu bagi keberhasilan pelaksanaan kegiatan pemerintahan daerah. Upaya dimaksud dapat dilaksanakan dengan cara seleksi dimensi-dimensi yang relevan dan substansi faktor normatif, dengan memperhatikan konsep-konsep sebagai berikut: penggunaan otoritas yang menguntungkan kepentingan publik yang tulus, terbuka, disiplin, etis dan berkarakter moral; pemikiran modern, profesional, dan performa  serta budaya kerja unggulan.

APA PERAN UT  DALAM MENINGKATKAN KOMPETENSI?


UT adalah Perguruan Tinggi Negeri ke-45 di Indonesia yang merupakan satu-satunya Perguruan Tinggi yang menggunakan Sistem Belajar Jarak Jauh dan Terbuka. Sistem belajar jarak jauh dan terbuka telah terbukti efektif untuk meningkatkan daya jangkau dan pemerataan kualitas pendidikan baik di mancanegara maupun di Indonesia.  UT memberikan kesempatan yang sangat luas kepada semua lapisan masyarakat termasuk para lulusan setingkat SMU atau yang sederajat, mereka yang berhenti mengikuti pendidikan di tengah jalan, baik pada jenjang Diploma maupun Strata atau mereka yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke pendidikan maupun ke strata yang lebih tinggi secara tatap muka, tanpa batasan usia, tempat tinggal, serta tahun kelulusan.

1.    Tawaran Program studi beragam
UT memiliki empat fakultas, yaitu Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP), Fakultas Ekonomi (FEKON), dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA),  dengan beberapa jenjang pendidikan, yaitu : Program Sarjana (S2), Program Sarjana (S1), Program Diploma  II,III dan IV dan Program Sertifikat.
2.    Sistem pembelajaran
UT menerapkan sistem belajar jarak jauh dan terbuka. Istilah jarak jauh berarti pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka, melainkan menggunakan media, baik media cetak (modul) maupun non-cetak (audio/video, komputer/internet, siaran radio dan televisi). Makna terbuka adalah tidak ada pembatasan usia, tahun ijazah, masa belajar, waktu registrasi, dan frekuensi mengikuti ujian. Batasan yang ada hanyalah bahwa setiap mahasiswa UT harus sudah menamatkan jenjang pendidikan menengah         atas (SMA atau yang sederajat).

3.    Cara belajar
Mahasiswa UT diharapkan dapat belajar secara mandiri. Cara belajar mandiri menghendaki mahasiswa untuk belajar atas prakarsa atau inisiatif sendiri. Belajar mandiri dapat dilakukan secara sendiri ataupun berkelompok, baik dalam kelompok belajar maupun dalam kelompok tutorial. UT menyediakan bahan ajar yang dibuat khusus untuk dapat dipelajari secara mandiri. Selain menggunakan bahan ajar yang disediakan oleh UT, mahasiswa juga dapat mengambil inisiatif untuk memanfaatkan perpustakaan, mengikuti tutorial baik secara tatap muka maupun melalui internet, radio, dan televisi, serta menggunakan sumber belajar lain seperti bahan ajar berbantuan komputer dan program audio/video. Apabila mengalami kesulitan belajar, mahasiswa dapat meminta informasi tentang bantuan belajar kepada Unit Program Belajar Jarak Jauh Universitas Terbuka (UPBJJ-UT) setempat.
4.    Jaringan Kemitraan
Dalam penyelenggaraan pendidikan, UT bekerja sama dengan semua perguruan tinggi negeri dan sejumlah perguruan tinggi swasta serta instansi yang relevan yang ada di Indonesia. Untuk memberikan layanan pendidikan secara optimal kepada mahasiswa yang  tersebar di seluruh penjuru tanah air dan di luar negeri, UT bekerja sama dengan instansi lain seperti Bank BRI, Bank BTN, Bank Mandiri, TV-Edukasi, Radio Republik Indonesia (RRI), Radio Siaran Pemerintah Daerah, Radio Siaran Swasta Niaga, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, IGTKI  (Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia), Atase Pendidikan KBRI, Perpustakaan Nasional RI dan Perpustakaan Daerah, Arsip Nasional, Koperasi Karunika, dan PT Pos Indonesia.
 Tutorial
Tutorial adalah layanan bantuan belajar bagi mahasiswa UT. Dalam tutorial, kegiatan belajar dilakukan di bawah bimbingan tutor sebagai fasilitator. Tutorial membahas dan mendiskusikan hal-hal yang dianggap sulit dan sangat penting dikuasai mahasiswa.Tutorial meliputi tutorial tatap muka (TTM) dan tutorial online (Tuton).
5.    Praktek dan praktikum
Beberapa mata kuliah yang ditawarkan mewajibkan praktek atau praktikum. Praktek adalah kegiatan yang menuntut mahasiswa untuk menerapkan konsep, prinsip, prosedur, dan keterampilan dalam situasi nyata atau buatan secara terprogram dan terbimbing atau mandiri. Praktikum adalah kegiatan yang menuntut mahasiswa untuk melakukan pengamatan, percobaan, atau pengujian suatu konsep atau prinsip materi mata kuliah yang dilakukan di dalam atau di luar laboratorium. Kegiatan praktek atau praktikum dilaksanakan di bawah bimbingan instruktur/supervisor/pembimbing. Pelaksanaan praktek dan praktikum harus dilakukan mahasiswa secara berkelompok dengan menggunakan fasilitas kit, dry lab pada http://student.ut.ac.id/ atau laboratorium mitra. Dalam melaksanakan kegiatan praktek dan praktikum mahasiswa harus berkoordinasi dengan UPBJJ.
6.    Evaluasi hasil belajar
Hasil belajar mahasiswa UT diukur melalui pengerjaan tugas dan partisipasi dalam kegiatan TTM atau Tuton, Praktek atau Praktikum, Ujian Akhir Semester (UAS), dan Tugas Akhir Program (TAP), serta Karya Ilmiah. Sebagai latihan untuk persiapan UAS, mahasiswa dapat mengakses latihan mandiri (LM) secara online melalui http://student.ut.ac.id/repository. LM tidak memberikan kontribusi terhadap nilai akhir mata kuliah.
7.    Ijazah dan transkrip nilai
Ijazah merupakan tanda bukti sah bagi mahasiswa yang telah dinyatakan lulus dari suatu Program Studi dalam jenjang pendidikan tinggi tertentu, sedangkan sertifikat merupakan tanda bukti bahwa yang bersangkutan telah menyelesaikan suatu pendidikan kemahiran tertentu. Transkrip nilai adalah daftar nilai dan IPK terakhir yang sah. Mahasiswa berhak memperoleh ijazah/sertifikat dan transkrip nilai setelah SK Dekan atau SK Direktur Pascasarjana tentang Penetapan Kelulusan dan SK Rektor tentang Pengukuhan Kelulusan diterbitkan.
8.    Cuti akademik
Cuti akademik merupakan salah satu kemudahan yang diberikan kepada mahasiswa karena suatu alasan tidak dapat mengikuti perkuliahan atau proses belajar. Mahasiswa yang mengambil cuti akademik empat masa registrasi berturut-turut, status data kemahasiswaannya akan berubah menjadi mahasiswa  non aktif. Konsekuensi sebagai mahasiswa non aktif adalah mahasiswa yang bersangkutan tidak mendapatkan layanan akademik seperti mahasiswa aktif.
9.    Alih kredit
Alih kredit merupakan pengakuan terhadap pengalaman belajar dan kelulusan mata kuliah yang telah diperoleh mahasiswa dari suatu perguruan tinggi.
10. Masa studi
Masa studi atau lama belajar di UT bergantung pada kemampuan belajar dan waktu belajar masing-masing mahasiswa. Sebagai contoh, untuk da­pat menyelesaikan program studi S1 Administrasi Negara, mahasiswa harus menempuh sejumlah mata kuliah yang telah ditentukan dengan beban studi keseluruhan 144 sks. Bila setiap masa registrasi mahasiswa mampu menempuh dan lulus 18 sks, maka yang bersangkutan dapat menyelesaikan studi dalam waktu 8 masa registrasi atau sekitar 4 tahun.
11. Pelayanan mahasiswa
Pelayanan mahasiswa diberikan dalam bentuk layanan informasi, bantuan belajar, bimbingan akademik, administrasi akademik, keluhan pelanggan, dan perpustakaan. Layanan ini dimaksudkan untuk membantu mahasiswa mengatasi masalah akademik dan administrasi akademik yang dihadapi selama belajar di UT.
12. Layanan bantuan belajar
Layanan bantuan belajar meliputi penyediaan bahan ajar suplemen dan tutorial. Bahan ajar suplemen adalah bahan ajar tambahan yang bertujuan antara lain untuk memperjelas materi dari modul yang sulit dipahami, memperbaiki materi yang telah kadaluwarsa dari bahan ajar cetak yang belum direvisi dan memperkaya sumber bacaan. Bahan ajar suplemen dapat diakses melalui http://www.ut.ac.id/ menu UT open courseware.  Pembahasan tentang tutorial dapat dilihat pada BAB IV Tutorial.
13. Kegiatan kemahasiswaan
Kegiatan kemahasiswaan berfungsi untuk melengkapi kegiatan akademik dalam mencapai tujuan Pendidikan Nasional. Ruang lingkup kegiatan ini antara lain meliputi bidang penalaran dan keilmuan, minat, bakat, dan kegemaran, serta pengabdian kepada masyarakat, baik yang dilaksanakan di UT Pusat maupun di UPBJJ-UT.


STRATEGI ATAU CARA PENDEKATAN.
Dari studi kelayakan, dapat disimpulkan bahwa peluang aparatur birokrasi sangat berpotensi untuk mengikuti pendidikan di UT. Aspek materi yang mendukung ditinjau dari masa kerja, golongan kepegawaian, usia responden, latar belakang pendidikan akhir, minat. Sistem pendidikan dilakukan dengan sistem pendidikan jarak jauh sesuai dengan potensi dan keberadaan pasar. Program Sertifikat dan Diploma/Sarjana tidak melakukan tes seleksi bagi calon peserta. Asumsi yang digunakan adalah bahwa program pendidikan di UT dengan Sistem Pendidikan Jarak Jauh (SPJJ) menuntut kemandirian peserta. Layanan bantuan belajar dikembangkan dalam bentuk tutorial baik tatap muka maupun on-line, pembimbingan akademik dan program elektronik lain yang mendukung. Peserta dikenalkan dengan layanan bantuan belajar, jenis dan manfaatnya pada awal program melalui kegiatan pengenalan program.
Rentang usia diantara peserta di satu sisi mempunyai akibat positif dalam hal melatih peserta bersosialisasi, berinteraksi, berkomunikasi, dan berorganisasi dengan orang pada jenjang usia yang berbeda. Disamping itu, perbedaan usia juga menyebabkan perbedaan cara pemahaman materi. Dengan mengetahui dan membandingkan beberapa pendekatan yang digunakan, dengan memperkaya alternatif pendekatan diantara peserta. Di sisi lain, adanya rentang usia ini mengakibatkan daya tangkap peserta terhadap materi juga berbeda. Untuk itu, Program telah mengantisipasi hal tersebut dengan mengembangkan multi media sebagai alternatif pendukung yang digunakan untuk menyampaikan materi. Multi media tersebut adalah :
a.     Tercetak, dikembangkan untuk peserta yang efektif menggunakan cara belajar dengan membaca,
b.     Audio BMP, dikembangkan untuk peserta yang lebih mudah memahami materi melalui pendengaran,
c.     Audio Video, dikembangkan untuk peserta yang lebih mudah memahami materi secara visual,
d.     Audiografis, dikembangkan untuk peserta yang lebih menguasai materi dengan mendengar sambil membaca,
e.     Computer Assisted Instructional (CAI), dikembangkan untuk peserta yang membutuhkan interaksi langsung dengan materi.
Program pendidikan di UT menyaratkan adanya interaksi, dan eksplorasi bagi peserta sehingga ilmu yang diberikan dapat diterima dengan optimal. Menyadari hal ini, maka program melakukan upaya yang komprehensif dan terpadu, melalui:
a.     Tutorial Tatap Muka (TTM);
b.     Tutorial online (Tuton);
c.     Bimbingan Akademik;
d.     Latihan Mandiri;
e.     Kit Tutorial;
f.      Sky LBS-TV
g.     Materi Pengayaan Mata Kuliah;
h.     Ujian online;
i.       Registrasi online;
j.       Toko Buku Online;
k.     Fasilitas pendukung lainnya.

PENUTUP
Untuk mendukung aparatur birokrasi yang lebih berdaya, perlu dilakukan upaya peningkatan kompetensi. Dengan demikian pengetahuan teoritik sangat penting, yang dengan pengetahuan itu kemampuan penalaran seseorang dianggap berkembang sedemikian rupa, sehingga kemampuan intelektual tersebut dapat dicurahkan dengan jelas, karena itu profesionalisme dibutuhkan dalam kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah  yang mampu memadukan teori dengan prakteknya.Tugas pokok dan fungsi aparatur birokrasi yang bekerja di tingkat kabupaten dan kota sejalan dengan salah satu tujuan pembelajaran di UT yaitu memberikan layanan pendidikan tinggi bagi mereka, yang karena bekerja atau karena alasan lain, tidak dapat melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi tatap muka. UT memberikan kesempatan yang sangat luas kepada semua lapisan masyarakat termasuk para lulusan setingkat SMU atau yang sederajat, mereka yang berhenti mengikuti pendidikan di tengah jalan, baik pada jenjang Diploma maupun Strata atau mereka yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke pendidikan maupun ke strata yang lebih tinggi secara tatap muka, tanpa batasan usia, tempat tinggal, serta tahun kelulusan.  

 



 

DAFTAR PUSTAKA



Albrow,Martin.2005. Birokrasi. Alih Bahasa Rusli Karim dan Totok Daryanto. Yogyakarta: PT Tirta Wacana. Cetakan III.
Ibrahim,Amin.2006, Teori dan Konsep Pelayanan Publik Serta Implementasinya,             Bandung : Unpad.
Burn, JP. 1994. Assian Civil Service System: Improving Efficiency and Productivity. Times Academic Press. Singapore.
Gartson, David and Debra Steward. 1983 Organization Behaviour and Public Management. Marcell Dekker Inc.New York.
Gibson, L. James., John. M. Ivancevich, & James H. .Jr. Donnely. 1986. Organisasi-Perilaku, Struktur, Proses. Terjemahan Jorban Wahid. Jakarta: Erlangga.
Harmon, Michael and Richard T,Mayer. 1986. Organization Theory for Public Administration. Little Brown and Co. Toronto.
Mulyasa,E. 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung : Remaja Rosda Karya.
Pucik, Vladimir,et al.1993. Globalizing Management 4: Creating and Leading Competitive Organization, John Willey and Sons,Singapore.
Robbins, Stephen P.2001.Organization Behavior, Concept, Controversies, Aplications. New Jersey : Prentice Hall International. Inc. 9th Edition..
Siagian, Sondang P. 1994. Patologi Birokrasi-Analisis, Identifikasi dan terapannya, Jakarta : Ghalia Indonesia.
________________ 1995. Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi. Jakarta : Gunung Agung.
________________.2000. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sofo. Francesco, (1999). Human Resource Development, Perspective, Roles and Practice Choice. Business  and Professional Publishing, Warriewood, NWS
Spenser, Lyle M.JR. & Signe M. Spenser.1993. Competence at Work. Models for Superrior Performance. John Willey & Sons Inc.
Suradinata, Ermaya. 1996. Manajemen SDM Orientasi Masa Depan. Bandung : Ramadhan.
Staw, Barry M.1989. Psychological Dimensions of Organizational Behaviour. Maxwell Mac Millan. New York.
Toha, Miftah. 1988. Pembinaan Organisasi : Proses Diagnosa dan Intervensi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
___________. 2002. Perpektif Perilaku Birokrasi. Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara. Jakarta : PT Radja Grafindo Persada.
___________. 2003. Perilaku organisasi. Konsep dasar dan Aplikasinya. .Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan Daerah.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2007,Tentang Pemberdayaan Masyarakat Desa/Kelurahan.

Miftah Thoha, Birokrasi dan Politik di Indonesia, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2003.
Mustopadidjaja AR, Administrasi Negara, Demokrasi dan Masyarakat Madani, Jakarta : LAN, 1999.
Sedarmayanti, Good Governance, Kepemerintahan yang Baik dalam rangka otonomi Daerah, Bandung : Mandar Maju, 2003.
Turner, Mark and Hulme, David, Governance, 1997, Administration and Development Making The State Work, Macmillan Press LTD, London.
Mark Turner dan David Hulme, 1997, Governance, Administration, and Development, Kumarian, Connecticut USA
Warsito & Teguh Yuwono, ed. , Otonomi Daerah, Capacity Building dan Penguatan Demokrasi Lokal, Semarang : Puskodak, 2003.
Yunan Syaifullah,dkk, Membangun Masyarakat Madani, Yogyakarta: Aditya Media, 1999.
Yuwono, Teguh (ed), 1997, Manajemen Otonomi Daerah Membangun Daerah Berdasar Paradigma Baru, CLOGAPPS Diponegoro University, Semarang.
SMERU Research Institute (SMERU). Juni 2002. “Dampak Desentralisasi dan Otonomi Daerah Atas Kinerja Pelayanan Publik: Kasus Kabupaten LombokBarat, Nusa Tenggara Barat.” Jakarta.
____. 2002. “Dampak Desentralisasi dan Otonomi Daerah Atas Kinerja Pelayanan
Publik: Kasus Kota Bandar Lampung, Lampung.” Jakarta (dalam proses penulisan).
____. January 2002. “Pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah: Kasus
Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.” Jakarta.Lembaga Penelitian SMERU, Agustus 2002
John M. Bryson, 1991, Strategis Planning for Public and Non Profit Organizations, Jossey-Bass, San Fransico-Oxford.