Selasa, 01 April 2014

Menilai Kinerja Pegawai Suatu Tinjauan Teoritis



Menilai Kinerja Pegawai

Suatu Tinjauan Teoritis
Oleh:
Liestyodono BI
Universitas Terbuka Jakarta
 
 
PENDAHULUAN
Pengertian Kinerja

Robbins (1996:98) menjelaskan kinerja merupakan tingkat efisiensi dan efektivitas serta inovasi dalam pencapaian tujuan oleh pihak manajemen dan divisi-divisi yang ada dalam organisasi. Kinerja dikatakan baik dan sukses jika tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan baik. Kinerja juga dipandang sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan, motivasi dan kesempatan, sehingga kinerja seseorang dipengaruhi oleh kepuasan kerja.
Carver and Sergiovanni dalam Rahardja (2004) menyatakan bahwa kinerja merupakan tindakan yang menunjukkan bahwa dia adalah anggota kelompok. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa kinerja menunjuk (mengacu) pada perbuatan atau tingkah laku seseorang di dalam suatu kelompok (organisasi).
Pengertian lain dikemukakan Gibson (1996) sebagai hasil karya timbul dari suatu kombinasi usaha, kemampuan/keterampilan dan pengalaman seseorang. Dari pemahaman/mengenai prestasi kerja tersebut dapatlah disimpulkan bahwa kemampuan (usaha), motivasi, pengalaman dan kesempatan merupakan faktor-faktor yang menentukan tingkat prestasi kerja seseorang. Seorang karyawan akan memiliki prestasi kerja yang baik jika didukung oleh kekuatan faktor-faktor tersebut.
 Fatah (1999:19), mendefinisikan kinerja atau prestasi kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi dalam menghasilkan sesuatu.
Thomas Gordon sebagaimana dikutip oleh Hariani dan Muhadjir (1990:16) menyatakan bahwa kinerja widyaiswara mengacu pada profil kemampuan dasar widyaiswara, yakni  (1) kemampuan menguasai bahan, (2) kemampuan mengelola program belajar mengajar, (3) kemampuan diklat, (4) kemampuan menggunakan media, (5) kemampuan menguasai landasan-landasan kependidikan, (6) kemampuan mengelola interaksi belajar mengajar, (7) kemampuan menilai prestasi siswa untuk pendidikan dan pengajaran,  (8) kemampuan mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, (9) kemampuan mengenal dan menyelenggarakan administrasi institusi, dan (10) kemampuan memahami prinsip-prinsip guna keperluan pengajaran.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah penampilan yang melakukan, menggambarkan, dan menghasilkan sesuatu hal. Hal tersebut secara kualitatif atau yang bersifat fisik dan non fisik yang sesuai dengan
petunjuk, fungsi dan tugasnya yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Mempelajari berbagai teori dan uraian di atas ditemukan bahwa kinerja memperlihatkan perilaku seseorang yang dapat diamati, yaitu  ia tidak diam tapi bertindak, melaksanakan suatu pekerjaan, melakukan dengan cara-cara tertentu, mengarah pada hasil yang hendak dicapai sehingga kinerja sesungguhnya bersifat faktual. Dengan demikian dapat disimpulkan konsepsi kinerja yang pada hakikatnya merupakan suatu cara atau perbuatan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan untuk mencapai hasil tertentu. Perbuatan tersebut mencakup penampilan, kecakapan melalui proses atau prosedur tertentu yang berfokus pada tujuan hendak dicapai, serta dengan terpenuhinya standar pelaksanaan dan kualitas diharapkan.
Teori Kinerja
Setiap individu atau organisasi tentu memiliki tujuan yang akan dicapai dengan menetapkan target atau sasaran. Keberhasilan individu atau organisasi dalam mencapai target atau sasaran tersebut merupakan kinerja. Kinerja adalah hasil kerja seorang pegawai dalam suatu periode tertentu yang dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar target, sasaran, atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu. Kinerja merupakan keadaan/tingkat perilaku seseorang yang harus dicapai dengan persyaratan tertentu.
Samsudin (2005:159) menyebutkan bahwa: “Kinerja adalah tingkat pelaksanaan tugas yang dapat dicapai seseorang, unit atau divisi dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi/perusahaan”.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah penampilan yang melakukan, menggambarkan dan menghasilkan sesuatu hal, baik yang bersifat fisik dan non fisik yang sesuai dengan petunjuk, fungsi dan tugasnya yang didasari oleh pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Setiap individu atau organisasi tentu memiliki tujuan yang akan dicapai dengan menetapkan target atau sasaran. Keberhasilan individu atau organisasi dalam mencapai target atau sasaran tersebut merupakan kinerja. Seperti yang diungkapkan oleh Prawirosentono (1999:2) yang mengartikan kinerja sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara ilegal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika.
Dari pendapat Prawirosentono di atas terungkap bahwa kinerja merupakan hasil kerja atau prestasi kerja seseorang atau organisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, Gomes (2003:142) mengatakan bahwa “Kinerja adalah catatan hasil produksi pada fungsi pekerjaan yang spesifik atau aktivitas selama periode waktu tertentu”. Sementara Rivai (2004:14) mengemukakan bahwa: Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama.

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja atau tingkat perilaku seseorang dalam suatu periode tertentu yang dibandingkan dengan standar target, sasaran, dan kriteria yang telah ditentukan. Kriteria tersebut antara lain adalah pengembangan diri, kerja tim, komunikasi, jumlah produk yang dihasilkan, dan keputusan yang dibuat. Kinerja pegawai juga harus dievaluasi terutama yang terkait dengan masalah produktivitas, kecelakaan kerja, absen tanpa izin, kesalahan kerja, dan keseluruhan kinerja.
Robbins (2001:187) berpendapat bahwa kinerja karyawan adalah sebagai fungsi dari interaksi antara kemampuan dan motivasi, yaitu kinerja = f(A x M). Jika ada yang tidak memadai, kinerja itu akan dipengaruhi secara negatif. Dimensi-dimensi  kinerja tersebut dapat digambarkan seperti terlihat di bawah ini.

Gambar 1
Dimensi Kinerja














Kinerja
 
Oval: Kemampuan Pegawai
Oval: Kesempatan
Oval: Motivasi



















Sumber :    Robbins. (2001).





 Kinerja harus diperlakukan sebagai sesuatu yang dinamis, sehingga kita dapat menyingkirkan kendala-kendala terhadap kinerja. Dalam hal ini diperlukan adanya komunikasi yang berkesinambungan di antara para pekerja agar mereka mengetahui apa yang harus dikerjakan, kapan dikerjakan, dan seberapa jauh mereka harus bekerja.
Bacal (2004:35) berpendapat bahwa suatu komunikasi kinerja yang berlangsung terus menerus, sederhananya merupakan proses dua arah yang melacak kemajuan, mengidentifikasikan kendala bagi kinerja dan memberi kedua belah pihak informasi yang mereka perlukan untuk mencapai sukses. Komunikasi kinerja yang berlangsung terus menerus memberi jalan bagi manajer dan karyawan untuk bekerjasama mencegah timbulnya masalah, menyelesaikan masalah yang terjadi, dan merevisi tanggung jawab kerja sebagaimana yang seringkali dibutuhkan di tempat kerja.
Pengelolaan terhadap kinerja bagi seorang manajer bukanlah untuk bersenang-senang semata, mengambil hati para pekerja, atau melindungi jabatannya, melainkan agar setiap pekerja memiliki tanggung jawab. Seperti dikatakan oleh Bacal (2004:147) bahwa alasan sebenarnya kita mengelola kinerja adalah untuk meningkatkan produktivitas dan efektivitas, bagaimanapun anda mendefinisikan hal itu, dan untuk merancang-bangun kesuksesan bagi setiap karyawan yang bertanggung jawab kepada kita.
Pengelolaan kinerja merupakan pendekatan untuk mencapai suatu visi bersama tentang tujuan dan target. Ini terkait dengan cara membantu tiap individu dan tim untuk mencapai potensi yang dimiliki, menyadari peran, dan kontribusinya bagi pencapaian target.
Jones (2002:92) mengemukakan: ketika sebuah tim memiliki kinerja yang sangat baik, para anggotanya (1) menetapkan target hasil dan kualitas yang tinggi, (2) mencapai target dan merayakan kesuksesan, (3) saling memahami dan menghargai perbedaan yang ada, (4) saling menghormati, (5) berimbang dalam hal peran dan keahlian yang mereka bahwa ke dalam tim, mempunyai tanggung jawab dan kemandirian untuk mencapai hasil, (6) berorientasi pada klien, (7) secara teratur meninjau dan memperbaiki kinerja mereka, (8) suka bekerja bersama-sama dan termotivasi untuk mencapai target.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai harus dikelola, terutama untuk mencapai produktivitas dan efektivitas dalam rangka merancang bangun kesuksesan, baik secara individu maupun secara organisasi. Manajemen kinerja merupakan suatu pendekatan untuk mencapai visi, misi, tujuan, dan target yang akan dicapai melalui kerja tim. Tim yang memiliki kinerja baik, maka anggotanya akan menetapkan standar kualitas target, mencapai target, memahami perbedaan, saling menghormati, berimbang dalam peran, berorientasi pada klien, mengevaluasi kinerja, dan bekerjasama.
Tinggi rendahnya kinerja pegawai tergantung kepada faktor yang mempengaruhinya. Jones (2002:59).mengatakan bahwa banyak hal yang menyebabkan terjadinya kinerja yang buruk, antara lain (1) kemampuan pribadi, (2) kemampuan manajer, (3) kesenjangan proses, (4) masalah lingkungan, (5) situasi pribadi, (6) motivasi.  Gordon (1994:260) mengatakan bahwa kelompok kerja berprestasi tinggi memiliki pemimpin yang berhasil membina serta memelihara semangat dan motivasi bawahan guna mencapai tingkat produktivitas yang dipandang perlu oleh organisasi agar kebutuhan-kebutuhannya terpenuhi.
Kedua pendapat di atas mengisyaratkan bahwa tinggi rendahnya kinerja pegawai tergantung kepada keyakinan mereka terhadap kepemimpinan, sasaran, dan pekerjaan mereka sendiri. Cara yang dapat digunakan untuk mengembangkan keyakinan pegawai baik individu maupun kelompok adalah dengan menunjukkan tindakan dan perkataan informal bahwa pimpinan mempercayai mereka. Hal ini berarti faktor kepemimpinan memiliki peranan yang cukup besar terhadap kinerja pegawai.
Berdasarkan pendapat pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah sifat dan karakteristik suatu pekerjaan yang dinyatakan sebagai catatan kerja seseorang, dengan kriteria pengembangan diri, kerja tim, komunikasi, jumlah produk yang dihasilkan, dan keputusan yang dibuat, kecelakaan kerja, absen tanpa izin, kesalahan dalam kurun waktu. Kriteria kinerja setiap orang didasarkan kepada tugas dan tanggung jawab keseharian yang ditargetkan kepadanya. Kinerja berfungsi sebagai alat untuk memberi informasi bagi pekerja dan atasannya mengenai bagaimana seseorang telah melakukan pekerjaan. Kinerja adalah fungsi dari interaksi antara kemampuan dan karakter kepribadian.
Dalam rangka melacak kemajuan kinerja, mengidentifikasi kendala, dan memberi informasi dalam suatu organisasi, diperlukan adanya komunikasi kinerja yang berlangsung terus menerus sehingga dapat mencegah dan menyelesaikan masalah yang muncul. Karena alasan sebenarnya mengelola kinerja adalah untuk meningkatkan produktivitas dan efektivitas, serta merancang-bangun kesuksesan bagi setiap pekerja.
Pengelolaan kinerja akan melibatkan individu dan tim terutama dalam mencapai target. Bila tim itu memiliki kinerja yang baik, maka anggotanya akan menetapkan kualitas target, mencapai target, saling memahami dan menghargai, saling menghormati, tanggung jawab dan mandiri, berorientasi pada klien, meninjau dan memperbaiki kinerja, bekerja sama dan termotivasi.
Pemimpin dalam menumbuhkan dan mengembangkan kerja tim, dapat melakukan hal-hal berikut (1) bangun kepercayaan di antara para anggota staf, dukung kejujuran dan keterbukaan diantara para anggota kelompok. (2)  hargai mereka yang berjasa bagi tim. Pemimpin dapat menekankan arti penting kerja tim. Beritahu mereka bahwa yang dinilai tidak hanya keberhasilan pribadi, tetapi juga kemampuan mereka. (3) gunakan istilah-istilah seperti “kita” bila sedang membicarakan kelompok secara keseluruhan. Ini akan menguatkan ide bahwa mereka bagian integral dari kinerja kelompok. (4) pembentukan tim dengan cara memilih di antara para anggota kelompok yang dianggap memiliki potensi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Tinggi rendahnya kinerja pegawai tergantung kepada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini Jones (2002:92) mengatakan bahwa “Banyak hal yang menyebabkan terjadinya kinerja yang buruk, antara lain: (1) kemampuan pribadi, (2) kemampuan manajer, (3) kesenjangan proses, (4) masalah lingkungan, (5) situasi pribadi, (6) motivasi”.
Wood, at. al. (2001:91) melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja individu (job performance) sebagai suatu fungsi dari interaksi atribut individu (individual atribut), usaha kerja (work effort) dan dukungan organisasi (organizational support).


















 Sumber : Wood, Wallace & Zeffane (2001)

Sementara itu Zainun (1989:51) mengemukakan “ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai, yaitu : (1) ciri seseorang, (2) lingkungan luar, dan (3) sikap terhadap profesi pegawai”. Faktor-faktor yang  mempengaruhi kinerja tersebut digambarkan sebagai berikut:





















 Sumber : Zainun (1989:51)

Berkaitan dengan dimensi kinerja yang diungkapkan Wood, Wallace & Zeffane (2001), Schermerhorn, Hunt dan Osborn (1983:76) lebih jauh mengungkapkan bahwa pengelolaan kinerja akan berdampak terhadap manajemen organisasi secara umum, sebagaimana diragakan oleh tabel berikut:




Variables


Key Factor

Managerial Implications

Individual attributes

Demographic, competency and psychological characteristics


to do a good job recruiting, selecting, and training employees

Work effort

Motivation to work

to do a good job of allocating work related reward.


Organizational support

Work group dynamics, organization, size, structure, and technology, resources, goals, leadership


to do a good job planning, organizing, directing, and controlling work flows and the work setting.

Sumber : Schermerhorn, Hunt dan Osborn (1983)

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa kinerja pegawai harus dikelola atau dimanaj, terutama untuk mencapai produktivitas dan efektivitas dalam rangka merancang bangun kesuksesan, baik secara individu maupun organisasi. Dengan demikian, manajemen kinerja merupakan suatu pendekatan untuk mencapai visi, misi, tujuan, dan target yang akan dicapai melalui kerja tim. Tim yang memiliki kinerja baik, maka anggotanya akan menetapkan standar kualitas target, mencapai target, memahami perbedaan, saling menghormati, berimbang dalam peran, berorientasi pada klien, mengevaluasi kinerja, dan bekerja sama. Seperti yang diungkapkan oleh O’Leary dalam Jacobus (2001:57) bahwa “aspek penting dari kinerja tim adalah tingkat keyakinan mereka terhadap kepemimpinan, sasaran, dan pekerjaan mereka sendiri”. 
Selanjutnya Gordon dalam Widodo  (2002:260) mengatakan bahwa “kelompok kerja berprestasi tinggi memiliki pemimpin yang berhasil membina serta memelihara semangat dan motivasi bawahan guna mencapai tingkat produktivitas yang dipandang perlu oleh organisasi agar kebutuhan-kebutuhannya terpenuhi”. 
Kedua pendapat di atas mengisyaratkan bahwa tinggi rendahnya kinerja pegawai tergantung kepada keyakinan mereka terhadap kepemimpinan, sasaran, dan pekerjaan mereka sendiri. Cara yang dapat digunakan untuk mengembangkan keyakinan pegawai, baik individu maupun kelompok adalah dengan menunjukkan tindakan dan perkataan informal bahwa pimpinan mempercayai mereka. Hal ini berarti faktor kepemimpinan memiliki peranan yang cukup besar terhadap kinerja pegawai, sebagaimana diragakan oleh Schermerhorn, et. al. (1983:76) dalam gambar berikut: 



Sumber : Schermerhorn, et. al. (1983)

Dari pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah sifat dan karakteristik suatu pekerjaan yang dinyatakan sebagai catatan kerja seseorang, dengan kriteria pengembangan diri, kerja tim, komunikasi, jumlah produk yang dihasilkan, dan keputusan yang dibuat, kecelakaan kerja, absen tanpa izin, kesalahan dalam kurun waktu. Kriteria kinerja setiap orang didasarkan kepada tugas dan tanggung jawab keseharian yang ditargetkan kepadanya. Kinerja berfungsi sebagai alat untuk memberi informasi bagi pekerja dan atasannya mengenai bagaimana seseorang telah melakukan pekerjaan, dan kinerja adalah fungsi dari interaksi antara kemampuan dan karakter kepribadian.
Kriteria Penilaian Kinerja  
Dalam rangka melacak kemajuan kinerja, mengidentifikasi kendala, dan memberi informasi dalam suatu organisasi, diperlukan adanya komunikasi kinerja yang berlangsung terus menerus, sehingga dapat mencegah dan menyelesaikan masalah yang terjadi. Karena alasan sebenarnya mengelola kinerja adalah untuk meningkatkan produktivitas dan efektivitas, serta merancang-bangun kesuksesan bagi setiap pekerja.  
Berkaitan dengan hal tersebut, Bernardin & Russell dalam Ruky (2001:8) menyatakan bahwa: “perlu diadakan penilaian kinerja, untuk mengelola dan memperbaiki kinerja karyawan, untuk membuat keputusan staf yang tepat waktu dan akurat dan untuk mempertinggi kualitas produksi dan jasa perusahaan secara keseluruhan”.
Sementara menurut Gomes (2003:135) penilaian kinerja mempunyai tujuan untuk me-reward kinerja sebelumnya (to reward past performance) dan untuk memotivasi demi perbaikan kinerja pada masa yang akan datang (to motivate future performance improvement), serta informasi-informasi yang diperoleh dari penilaian kinerja ini dapat digunakan untuk kepentingan pemberian gaji, kenaikan gaji, promosi, pelatihan dan penempatan tugas-tugas tertentu.
Berdasarkan kedua pendapat dari Bernardin & Russell dan Gomes di atas, dapat dikatakan bahwa setiap organisasi mutlak melakukan penilaian untuk mengetahui kinerja yang dicapai setiap pegawai, apakah telah sesuai atau tidak dengan harapan organisasi.
Pengelolaan kinerja akan melibatkan individu dan tim terutama dalam mencapai target, dan bila tim itu memiliki kinerja yang baik, maka anggotanya akan menetapkan kualitas target, mencapai target, saling memahami dan menghargai, saling menghormati, tanggung jawab dan mandiri, berorientasi pada klien, meninjau dan memperbaiki kinerja, bekerja sama dan termotivasi.
Menilai kinerja pegawai dapat dilakukan dengan mengukur secara kualitatif dan kuantitatif hasil kerja pegawai, yaitu dengan cara melihat prestasi dan kontribusi yang diberikan pegawai dalam bekerja. Selanjutnya, untuk mengetahui apakah karyawan melaksanakan tugas sesuai dengan tuntutan pekerjaan dan apakah kinerjanya meningkat atau menurun, maka organisasi harus melakukan penilaian kinerja kepada anggotanya yang dilakukan secara berkala. Kegiatan penilaian kinerja adalah proses di mana perusahaan mengevaluasi atau menilai kemampuan dan kecakapan kerja pegawai dalam melakukan suatu pekerjaan yang dibebankan kepadanya.
Bernardin dan Russell dalam Ruky (2001:12) mengungkapkan bahwa penilaian kinerja adalah “A way of measuring the contribution of individuals to their organization”. Sementara Hasibuan (2001:88) memaparkan bahwa penilaian kinerja adalah “evaluasi terhadap perilaku, prestasi kerja dan potensi pengembangan yang telah dilakukan”. Dengan demikian penilaian kinerja merupakan wahana untuk mengevaluasi perilaku dan kontribusi pegawai terhadap pekerjaan dan organisasi.
Dharma (1998:118) mengemukakan penilaian kinerja adalah “upaya menciptakan mengumpulkan masukan perbandingan-perbandingan antara penampilan kerja dengan hasil kerja yang diharapkan”. Simamora (2004:338) menyebutkan bahwa: “Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan”.
Syarif (1991:72) mengungkapkan bahwa: “Penilaian kinerja adalah suatu proses untuk mengukur hasil kerja yang dicapai oleh para pekerja dan dibandingkan terhadap standar tingkat prestasi yang diminta guna mengetahui sampai di mana keterampilan telah dicapai”. Sementara Samsudin (2005:159) menyebutkan: “Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah proses oleh organisasi untuk mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan”.
Dengan demikian dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah proses membandingkan hasil kerja seseorang dengan standar prestasi kerja yang telah ditetapkan oleh organisasi. Sehingga dengan penilaian kinerja ini akan dapat diketahui seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang diberikan/ditugaskan.
Berkaitan dengan penilaian kinerja ini, Samsudin (2005:166) mengistilahkan dimensi/kriteria penilaian ini sebagai objek penelitian. Menurut Samsudin (2005:166):
Objek penilaian adalah dimensi perusahaan yang dapat dikendalikan oleh karyawan yang bersangkutan. … Objek penilaian harus sinkron dengan tujuan penilaian. Apabila tidak sinkron dapat terjadi kekeliruan penilaian tentang prestasi kerja karyawan yang diinginkan.    

Masih menurut Samsudin (2005:166) terdapat beberapa objek penilaian yang dapat dinilai dari pegawai yang bekerja di berbagai jabatan, sebagai berikut:
a.       Hal-hal umum yang dinilai dari pegawai di bidang produksi, antara lain quality, quantity of work, knowledge of job, dependability, cooperation, adaptability, attendance, versatility, house keeping, dan safety.
b.      Hal-hal umum yang dinilai dari pegawai tata usaha, antara lain quality, quantity of work, knowledge of job, dependability, cooperation, adaptability, attendance, initiative, judgment,  dan health..
c.       Hal-hal umum yang dinilai dari orang yang memegang posisi pimpinan, antara lain quality, quantity of work, knowledge of job, dependability, cooperation, judgment, initiative, leadership, planning and organizing, dan health. 

Dengan demikian menurut Samsudin objek-objek penilaian di atas, perlu disesuaikan dengan tujuan-tujuan penilaian. Oleh karena itu Samsudin (2005:166) menyebutkan bahwa pada pokoknya: “Objek penilaian karyawan itu mencakup dua hal pokok, yaitu hasil pekerjaan (prestasi kerja) dan sifat-sifat pribadi. Ini berarti mencakup kemampuan dan watak pribadi”.
Simamora (2004:339) mengungkapkan bahwa:
Supaya organisasi berfungsi secara efektif, orang-orangnya mestilah dibujuk/dipikat agar masuk dan bertahan di dalam organisasi, mereka harus melakukan  tugas-tugas peran mereka dengan cara yang handal, dan mereka harus memberikan kontribusi spontan dan perilaku inovatif yang berbeda di luar tugas formal mereka. Tiga perilaku dasar itu hendaknya disertakan dalam penilaian kinerja.
Ketiga perilaku dasar di atas, selanjutnya oleh Simamora (2004:339-340) diperjelas sebagai berikut: 
(1) Kebutuhan pertama dari setiap organisasi adalah memikat sejumlah orang ke dalam organisasi dan menahan mereka di dalam perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Hal itu berarti bahwa agar organisasi berfungsi secara efektif, organisasi itu haruslah meminimalkan tingkat putaran karyawan, ketidakhadiran, dan keterlambatan. Maka dari itu, dalam mengevaluasi kinerja, ketidakhadiran, keterlambatan dan lamanya masa kerja patut dicermati. (2) Supaya organisasi efektif, organisasi haruslah meraih penyelesaian tugas yang handal dari anggota-anggotanya. Dengan kata lain tolak ukur minimal kuantitas dan kualitas kinerja harus dicapai. Pengevaluasian kuantitas dan kualitas bermakna sekedar menghitung kuantitas barang yang dihasilkan dan banyaknya kesalahan atau kerusakan. (3) Perilaku lainnya yang juga mempengaruhi efektivitas sebuah organisasi adalah perilaku inovatif dan spontan, diantaranya meliputi: (a) kerjasama, yaitu tingkat permintaan bantuan individu dari rekan-rekan sejawatnya dan bantuannya untuk mencapai tujuan organisasi, (b) tindakan protektif, yaitu tingkat penghilangan ancaman terhadap organisasi oleh para karyawan,
(c) gagasan konstruktif, yaitu tingkat pemberian sumbangan berbagai gagasan konstruktif dan kreatif para karyawan untuk memperbaiki organisasi, (d) pelatihan diri, yaitu tingkat keterikatan para karyawan dalam program pelatihan diri untuk membantu organisasi mengisi kebutuhannya akan tenaga yang terlatih secara lebih baik, dan (e) sikap yang menguntungkan, yaitu tingkat upaya para karyawan dalam mengembangkan sikap yang menguntungkan terhadap organisasi di antara mereka sendiri, pelanggan, dan masyarakat umum …”.       

Prawirosentono (1999:27) mengemukakan beberapa faktor yang dapat dijadikan ukuran kinerja, yaitu (1) Efektivitas, (2) Otoritas dan  tanggung jawab.
(3) Disiplin, dan (4) Inisiatif. Selanjutnya Umar (2003:102) menyebutkan ada 10 komponen data untuk mengukur kinerja, yaitu: (1) kualitas pekerjaan, (2) kejujuran karyawan, (3) inisiatif, (4) kehadiran, (5) sikap, (6) kerja sama, (7) keandalan,
(8) pengetahuan tentang pekerjaan, (9) tanggung jawab, dan (10) pemanfaatan waktu.
Bernardin dan Russell (1993:383) mengungkapkan ada enam kriteria pokok yang dapat dipakai untuk mengukur kinerja, yaitu:
1.      Quality. The degree to which the process or result of carrying out an activity approaches perfection, in term of either conforming to same ideal way of performing the activity or fulfilling the activity’s intended purpose.
2.      Quantity. The amount produced, expressed in such terms as dollar value, number of units, or completed activity cycles.
3.      Timeliness. The degree to which an activity is completed, or a result produced, at the earliest time desirable from the standpoints of both coordinating with the outputs of others and maximizing the time available for other activities
4.      Cost effectiveness.. The degree to which  the use of the organization's resources (e.g., human, monetary, technological, material) is maximized in the sense of getting the highest gain or reduction in loss from each unit or instance of use of resource.
5.      Need for supervision. The degree to which a performer can carry out a job function without either having to request supervisory assistance or requiring supervisory intervention to prevent an adverse outcome.
6.      Interpersonal impact. The degree to which a performer promotes feelings of self esteem, goodwill, and cooperation among coworkers and subordinates.

Koontz et.al. (1986:50-52) menyebutkan beberapa kriteria untuk menilai kinerja pegawai, antara lain:
(a) Intelejensia. Berhubungan dengan kemampuan untuk mengerti kesadaran mental. (b) Pertimbangan. Berhubungan dengan sikap membedakan untuk melihat hubungan antara hal satu dan lainnya. (c) Inisiatif. Berhubungan dengan pemikiran konstruktif dan penuh akal; berkemampuan dan berintelijensi untuk bertindak atas tanggung jawabnya sendiri. (d) Kekuatan. Berhubungan dengan kekuatan moril yang dimiliki dan digunakan untuk mencapai hasil. (e) Kepemimpinan. Berhubungan dengan kemampuan untuk mengarahkan, dan mempengaruhi orang lain dalam tindakan yang tertentu dan dalam menjaga disiplin. (f) Keberanian moril. Berhubungan dengan sifat mental yang membuat seseorang untuk melakukan apa yang dikatakan oleh hati nuraninya tanpa takut-takut. (g) Kerjasama. Berhubungan dengan kemampuan untuk bekerja secara serasi dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama. (h) Kesetiaan. Berhubungan dengan kesesuaian, kesetiaan, kelanggengan, pengabdian semua terhadap otoritas yang lebih tinggi.
(i) Keteguhan. Berhubungan dengan upaya mempertahankan tujuan atau saran walaupun ada hambatan. (j) Reaksi terhadap keadaan darurat. Berhubungan dengan kemampuan untuk bertindak secara masuk akal dalam situasi yang sulit dan tak terduga. (k) Daya tahan. Berhubungan dengan kemampuan untuk bekerja dalam kondisi apapun. (l) Kerajinan. Berhubungan dengan prestasi kerja dari segi tenaganya. (m) penampilan dan kerapihan diri serta pakaian. Berhubungan dengan harga diri, kelengkapan seragam, dan kerapihan penampilannya.             
Sementara itu untuk melihat deskripsi perilaku individu secara spesifik, Gomes (2003:142) mengungkapkan beberapa dimensi atau kriteria yang perlu mendapat perhatian dalam mengukur kinerja, antara lain :
(1) Quantity of work, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan. (2) Quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya. (3) Job knowledge, yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.
(4) Creativeness, yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
(5) Cooperation, yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain sesama anggota organisasi. (6) Dependability, yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan menyelesaikan pekerjaan. (7) Initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya. (8) Personal qualities, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.

Selanjutnya masih menurut Gomes (2003:142) bahwa untuk dapat melakukan penilaian terhadap kinerja secara efektif, ada dua syarat utama yang harus diperhatikan, yaitu (1) adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif dan (2) adanya objektivitas dalam proses evaluasi. Selengkapnya berikut penjelasan dari Gomes tersebut:
1.      Kriteria pengembangan kinerja yang dapat diukur secara objektif untuk pengembangannya diperlukan kualifikasi-kualifikasi tertentu. Ada tiga kualifikasi penting bagi pengembangan kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif, yaitu: (a) Relevansi, yaitu pengukuran yang menunjukkan tingkat kesesuaian antara kriteria dengan tujuan-tujuan kinerja. Misalnya kecepatan produksi bisa menjadi ukuran kinerja yang lebih relevan jika dibandingkan dengan penampilan seseorang.
(b) Reliabilitas, yaitu pengukuran yang menunjukkan tingkat dimana kriteria menghasilkan hasil yang konsisten. Ukuran-ukuran kuantitatif seperti satuan-satuan produksi dan volume penjualan bisa menghasilkan ukuran yang konsisten secara relatif. Sedangkan kriteria-kriteria yang sifatnya subjektif, seperti sikap, kreativitas dan kerja sama menghasilkan pengukuran yang tidak konsisten karena tergantung pada orang yang mengevaluasinya. (c) Diskriminasi, yaitu tingkat pengukuran dimana suatu kriteria kinerja bisa memperlihatkan perbedaan-perbedaan dalam kinerja. Jika nilai cenderung menunjukkan semua baik atau jelek, ini berarti ukuran kinerja tidak bersifat diskriminatif, tidak membedakan kinerja dari masing-masing pekerja.
2.      Dilihat dari efektivitas dalam proses evaluasi, ada tiga penilaian kinerja yang saling berbeda, yaitu: (1) Result-based performance evaluation. Penilaian kinerja berdasarkan hasil akhir, yaitu tipe penilaian kinerja yang dilakukan dengan merumuskan kinerja dalam mencapai tujuan organisasi dan melakukan pengukuran hasil-hasil akhirnya.
(2) Behavior-based performance evaluation. Penilaian kinerja berdasarkan perilaku, yaitu tipe penilaian kinerja yang bermaksud untuk mengukur tercapainya sasaran (goals), dan bukan hasil akhirnya (end results). Dalam praktek, kebanyakan pekerjaan yang tidak dapat diukur kinerjanya dengan ukuran yang objektif karena melibatkan aspek-aspek kualitatif. (3) Judgment-performance evaluation. Penilaian kinerja berdasarkan judgment, yaitu tipe penilaian kinerja yang menilai atau mengevaluasi kinerja pekerja berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik seperti quantity of work, quality of work, job knowledge, cooperation, initiative, reliability, interpersonal competence, loyalty, dependability, personal qualities dan yang sejenisnya.

Menilai Kinerja Pegawai
Mengukur kinerja pegawai adalah suatu penilaian sistematis terhadap individu karyawan berkenaan dengan penampilan kerja dan potensi‑potensi lainnya untuk dikembangkan. Cascio (1995:302), mengemukakan: job relevant strengths and weaknesses, yaitu proses penilaian kinerja yang memfokuskan kepada aspek kekuatan dan kelemahan relevansinya dengan karakteristik pekerjaan.
Dari pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa menilai kinerja pegawai dapat dilakukan dengan mengevaluasi variabel‑variabel:  komunikasi organisasi, motivasi kerja, budaya organisasi, dan kepuasan kerja relevansinya dengan pelaksanaan tugas.
Dessler (2000:321), mengemukakan performance appraisal is defined as evaluating an employee's current or past performance relative to his or her performance standards. Mengukur kinerja diartikan sebagai evaluasi terhadap kinerja seorang karyawan pada masa lalu dan sekarang dibandingkan dengan standar kerja. Mengukur kinerja pegawai dapat dilakukan dengan mengevaluasi kinerja individu dibandingkan dengan standar kerja tertentu, yaitu karakteristik pelaksanaan tugas.
Bacal (2004:112), mengemukakan bahwa: evaluasi kinerja merupakan proses untuk menaksir dan mengevaluasi kinerja perorangan. Mengukur kinerja pegawai merupakan proses menaksir dan mengevaluasi kinerja individu  berdasarkan standar kerja.
Menurut Bacal (2004:127), dalam mengukur kinerja, sasaran dan standar itu ditetapkan secara perseorangan agar memiliki fleksibilitas yang mencerminkan tingkat perkembangan serta kemampuan setiap karyawan. Menggunakan target perseorangan merupakan cara yang terbaik untuk mengevaluasi kinerja. Sasaran dalam mengukur kinerja pegawai adalah individu dan unit analisisnya adalah standar kerja atau karakteristik pekerjaan.
Berdasarkan pendapat tersebut untuk  mengukur kinerja  harus mempunyai dua tujuan sekaligus. Pertama, mengukur unjuk kerja agar tercapai standar yang telah di set. Kedua, pada saat yang bersamaan mengidentifikasi area‑area kunci di mana perbaikan perlu dilaksanakan. Dampak dari pengukuran kinerja akan menjadi lebih baik, karena hasilnya di samping dapat mengetahui kinerja individu dapat pula melakukan upaya‑upaya perbaikannya. Mengukur kinerja pegawai yang dilakukan secara bersamaan dengan upaya mengidentifikasi berbagai faktor penghambat, akan mempercepat proses/upaya peningkatan kinerja pegawai.

DAFTAR PUSTAKA



Agus Dharma. 1998. Perencanaan  Pelatihan. Jakarta: Pusdiklat Pegawai Depdikbud
Bacal, Robert. 2004. How to Manage Performance. New York USA: Mc   Graw-Hill
Bernardin, H. John & Joyce E. A. Russel. 1993. Human Resource Management. Singapore : McGraw Hill Inc.
Cascio, F, W., 1995 Human Resources Management and Information System Approach, Virginia Publishing Company
Dessler, Gery. 2000.  Manajemen  Sumber Daya Manusia, Jilid II, Jakarta: PT. Prenhalindo.
Fatah, Nanang. 1999. Landasan Manajemen Pendidikan. Rosdakarya: Bandung.
Gibson, Ivancevich dan Donnelly. 1982. Organisasi dan Manajemen. Terjemahan Djoerban Wahid. Jakarta : Erlangga.
__________. 1996. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Terjemahan. Jakarta: Erlangga.
Gomes, Faustino Cardoso. 2003 Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, Andi  Offset.
Gordon, Thomas. 1994. Menjadi Pemimpin Efektif: Dasar untuk Manajemen Partisipatif dan Keterlibatan Karyawan. Terjemahan Alex Tri Kantjono Widodo. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Hariani, Muji dan Muhadjir, Noeng. 1990. Evaluasi Kemampuan Mengajar  Jakarta: PPP3G Dikbud
Koontz, Harold & Cyril O’Donnel & Heinz Weihrich. 1986. Manajemen. Jilid 2. Terjemahan: Gunawan Hutauruk. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Prawirosentono, Suryadi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE.
Rahardja, Alice Tjandralila. 2004.  “Hubungan Antara Komunikasi antar Pribadi Guru dan Motivasi Kerja Guru dengan Kinerja Guru SMUK BPK PENABUR Jakarta. Jurnal Pendidikan Penabur. III (3). [Online]. Tersedia: www.bpkpenabur.or.id/jurnal.  [20  Oktober  2005]
Rivai, Veithzal, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada
Robbins P. Stephen. 1996. Teori Organisasi. Alih Bahasa Hadyana. Jakarta: Bumi Aksara
__________. 2001.  Organizational Behavior, 9th ed.. Upper Saddle River, New Jersey, 07458: Prentice-Hall Inc.
Samsudin, Sadili. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung Pustaka Setia.
Schermerhorn, John R., Hunt, James G., and Osborn, Richard N. 1983.  Managing Organizational Behavior. New York: John Willey & Son
Syarif, Rusli. I991. Teknik Manajemen Latihan dan pembinaan, Bandung : Angkasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar